Showing posts with label Self-Interpretation. Show all posts
Showing posts with label Self-Interpretation. Show all posts

Friday, September 3, 2010

(Beginning) Diskusi Meja Makan: Pelaku Firman

Beragam hal yang Tuhan singkapkan beberapa waktu belakangan ini. Sepertinya Ia memperlihatkan padaku, yang kecil dan lemah ini, hal-hal yang sudah pernah kulihat, kurasa, dan kudengar, namun kali ini, dalam level yang berbeda. Karena aku seorang manusia dan seorang pelupa, biarkan aku menangkap dan mengabadikan (satu-persatu) momen yang dapat kuingat dalam bentuk tulisan. Kira-kira beginilah (salah satu) kejadiannya..


Pada bulan Agustus 2010 yang lalu, Bali kedatangan satu keluarga penginjil, Kel. Situmorang, yang terdiri dari sepasang suami istri dan seorang anak laki-laki berumur 5 tahun. Terakhir kali saya bertemu dengan keluarga tersebut sekitar pertengahan 2008 kemarin. By the grace of God, saya menerima sms dari si Bapak penginjil, Bang Hery, untuk mengunjungi mereka yang baru 2 hari di Bali. Pun saya bercampur senang dan kaget menerima kabar tersebut. Dalam euphoria 5 menit, saya mencoba menangkap maksud Tuhan lewat kedatangan keluarga penginjil ini di Bali. Kira-kira seperti ini lah bisikan Roh Kudus pada hati saya "Seila, keluarga ini akan menjadi penolong bagimu. Sesuatu yang luar biasa akan terjadi! Cintailah didikanKu dan jadilah berkat".
Waktu berjalan, kami bertemu, melepas rindu, berbagi cerita, tawa, dan kenangan akan masa lalu, masa ini, dan impian di masa depan...
Banyak hal yang sudah terjadi semenjak kami bertemu kembali tanggal 17 Agustus 2010. Tuhan menginjinkan saya menjadi berkat bagi keluarga ini. Dimulai dari mencari sekolah untuk putra mereka, Moses, berlanjut ke perburuan alat-alat rumah tangga bersama si Ibu, Kak Yanti, sampai pada akhirnya interaksi-interaksi kami berubah menjadi sekolah hidup buatku, seperti buku pelajaran yang terbuka untuk bisa ku baca dan ku pelajari.
Biasanya, setelah selesai mengantarkan mereka dengan motorku (Mio, B6568CHZ), kami, aku dan kak Yanti, selalu mengobrol tentang banyak hal di ruang tamu mungil mereka. Awalnya, kami duduk di lantai, tanpa tempat ataupun alas duduk, dikarenakan mereka penghuni baru, kemudian 'ritual' itu berganti dengan sharing di meja makan (pemberian tetangga yang mereka taruh di ruang tamu mungil mereka). Nah, dari situ lah semuanya (benar-benar) di mulai..


Denpasar, Bali, Indonesia (September 3, 2010)
Hari ini Kak Yanti mensharingkan padaku banyak hal mengenai awal kepindahan mereka di Bali. Bagaimana mereka harus menata hidup mereka dari awal kembali, mengingat kedatangan mereka ke Bali hanya dengan membawa pakaian, buku, dan Iman yang Tuhan anugerahkan kepada keluarga tersebut. Kak Yanti bercerita bagaimana ia merasakan pertolongan Tuhan di pagi pertama keluarga ini berada di Bali. Tetangga mereka, satu-persatu, secara khusus menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam hidup mereka dengan meminjamkan penanak nasi, galon air, meja, rantang, gelas, sendok, dan beberapa peralatan kecil lainnya. Kata bang Hery, tetangga mereka adalah pelaku Firman yang sebenarnya. Bila mau dibandingkan dengan kehidupan mereka sebelum pindah ke Bali, mereka hidup berkecukupan, namun memilih meninggalkan hal-hal tersebut dan memberikannya pada orang sekitar yang lebih membutuhkan. Eitss, jangan berpikir tentang 'pikul salib' dulu. Saya hanya membawa anda ke dalam ruang perbandingan sehingga anda bisa lebih jelas melihat anugerah Tuhan dalam hidup keluarga ini. Keluarga yang memilih untuk tunduk pada didikan Tuhan, walaupun berat dan penuh dengan lembah air mata, namun mereka percaya pada pimpinan Tuhan untuk dibentuk lebih indah lagi. Bagi saya merekalah pelaku Firman. Keadaan mereka semakin dicobai dengan Moses yang harus masuk sekolah awal September ini, biaya sekolah yang tidak murah dan pengeluaran-pengeluaran lainnya. Intinya, mereka harus hidup dengan mengandalkan pertolongan Tuhan. Mencukupkan diri dengan keadaan finansial yang ada dan beradaptasi dengan dunia baru.Tidaklah mudah, khususnya untuk pribadi yang sudah berkeluarga. Saya cukup mengerti perasaan Kak Yanti yang agak 'sesak' dengan keadaan ini, karena wanita umumnya lebih sensitif dan sulit untuk beradaptasi dengan hal baru. Namun, satu hal saya tangkap dari sharing Kak Yanti bahwa Tuhan menyediakan semua yang mereka perlukan, walau tidak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan dan inginkan.
Pembicaraan kami berlanjut ke seputar perjalanan orang-orang yang Kak Yanti kenal, perubahan hidup yang dialami mulai dari seorang supir gereja sampai pembicara-pembicara besar yang ia kenal. Itu cukup membuat saya harus menutupi muka karena malu pada diri sendiri. Saya merasa kecil sekali di hadapan Tuhan, menyadari hal yang saya lakukan selama ini belum ada apa-apanya. Sangat, sangat jauh dari kata 'berjuang' untuk Tuhan. Tenang, ini bukan intimidasi dari si iblis, namun Tuhan memang sengaja mencambuk saya lewat hal-hal 'kecil' seperti ini. Biar saya sadar. Dia emang paling tahu cara membuat saya 'bergerak'.
Pembicaraan berlanjut hingga sore hari, kami sedikit kebablasan untuk bagian sharing-sharingan, bang Hery pun datang. Melihat keluarga ini berinteraksi dengan tetangganya membuat saya 'belajar' diam-diam, bagaimana mereka menghargai kata demi kata yang si tetangga ucapkan, ekspresi yang mereka berikan kepada lawan bicara, cara menghadapi anak laki-laki mereka yang unik sambil mendidik, sungguh full of lessons. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa keluarga ini tanpa cacat cela, ataupun saya yang terlalu melebih-lebihkan karena ada unsur kekaguman, namun, keluarga ini memang melimpah akan berkat dari Tuhan, sehingga mereka tidak perlu menunjukkannya, berkat itu sudah terpancar. Ibarat air yang di tuang terus menerus ke dalam sebuah gelas, dan air itu tidak pernah berhenti mengalir, sehingga air itu pun bertumpahan karena si gelas tidak cukup besar untuk menyimpan air itu sendiri.
Ketika hari semakin sore, dan pembicaraan kami semakin seru, salah seorang tetangga terlihat bergegas keluar rumah. Dengan pakaian rapi dan muka yang lelah, dia mengatakan hendak ke gereja untuk mengawasi jalannya suatu acara. Ada sedikit keragu-raguan pada muka si tetangga, dia terlihat celingukan, dan kebingungan. Dia mengetuk rumah salah satu tetangga yang lain, memanggil beberapa kali dengan suara lirih kemudian mengurungkan niatnya untuk membuat si empunya rumah keluar. Dalam beberapa menit saya bisa membaca bahwa si tetangga tidak mempunyai alat transportasi yang dapat mengantarkannya ke gereja. Kemudian kak Yanti menawarkan bang Hery untuk mengantarkan ke gereja, yang jaraknya hanya beberapa menit dari rumah mereka. Namun karena bang Hery belum fasih naik motor, jadi niat itu batal dijalankan. Selama mereka berdiskusi dan membicarakan solusinya, ada yang berkecamuk dalam batin saya.
"Kamu kan punya motor, Seila, kenapa bukan kamu saja yang mengantarkan dia?" tanya hati,
saya menjawab "Ah, aku kan tidak kenal. Lagipula kami sedang dalam diskusi yang seru sekali nih!",
Hening sejenak, kemudian si hati melanjutkan, "Kamu kan harusnya jadi pelaku Firman, Seila. Bagaimana mau jadi berkat, mengantar dia ke gereja saja kamu ogah. Berharap untuk dipakai Tuhan lebih lagi? Jangan mimpi!".
Saya tersentak. Si tetangga saat itu sedang berusaha menutup pintu gerbang dan hendak pergi, saat saya berkata "Mbak, apa mau diantar saya saja?". Kak Yanti pun tanpa dikomando merespon "Iya, sekalian sama Seila aja". Jadilah dalam secepat kilat saya mempersiapkan diri untuk pamit sekalian mengantar si tetangga ke gereja. Fiuhh, saya hampir saja kalah...
Ujian yang baru saja saya alami (pergolakan hati soal mengantar si tetangga ke gereja) cukup menohok hati saya. Dalam perjalanan pulang, saya tidak berhenti memikirkan pelajaran-pelajaran yang didapat hari ini. Pelaku Firman. Pelaku Firman bukanlah mereka yang sudah membaca kitab Kejadian sampai Wahyu, bukanlah mereka yang senang mendengar firman Tuhan, bukanlah mereka yang pintar secara teori akan kebenaran firman Tuhan, namun pelaku Firman adalah mereka yang mampu menangkap pesan Allah, taat akan didikan, dan mempraktekkan dengan hati seorang hamba.
Saya semakin diteguhkan dengan quote dari C.S Lewis (pencipta buku Narnia) yang saya dapat sore ini juga lewat Twitter:
Integrity is doing the right thing, even when no one is watching
Kalimat ini mengatakan kepada saya, jadilah pelaku Firman ditempat dimana saya tidak mempunyai 'label', ditempat dimana tidak ada yang memperhatikan, dikondisi terlemah dan terkelam saya, dikondisi dimana yang akan saya dapatkan hanya cemoohon, atau di pandang sebelah mata. Jadi bila digabung akan seperti ini:
Pelaku Firman adalah dia yang mampu menangkap pesan Allah, taat akan didikan, dan mempraktekkan dengan hati seorang hamba, ditempat dimana dia tidak mempunyai 'label', ditempat dimana tidak ada yang memperhatikan, dikondisi terlemah dan terkelamnya, dikondisi dimana yang akan ia dapatkan hanya cemoohon, atau di pandang sebelah mata. Jangan takut karena saya (kita) adalah pelaku Firman.

Saya pun makin merasa kecil dan malu, namun disaat yang sama merasa tertantang untuk berbuat lebih lagi. Belajar lebih lagi. Dididik lebih lagi.
Terima kasih Tuhan. Today's awesome! Soli Deo Gloria!

Saturday, August 14, 2010

Today's Equality

Ketika saya duduk di bangku SMA (kelas 3) saya pernah berteman (cukup) akrab dengan seorang anak pria, sebutlah si W (inisial samaran). Kami lumayan kompak di dalam kelas, baik dalam mendiskusikan pelajaran maupun dalam mengambil keputusan untuk kepentingan kelas. Maklum, kami berdua, walaupun tidak terbilang bodoh, cukup terkenal akan kemalasannya dan lumayan suka jadi 'kompor' atau bahasa halusnya agak mood-moodan dan agak vokal. Waktu berjalan, selepas kelulusan SMA kami tidak pernah berhubungan lagi. Saya kuliah di Bali sedangkan dia kuliah di Jakarta. Saya cukup mendengar sedikit kabar burung tentang dia dari beberapa teman sekelas semasa di kelas IPA dulu. Kabar burung maksudnya bukan kabar si burung ataupun gosip lho, namun hanya sedikit mengenai keadaan dia saja.
Tidak ada angin tidak ada hujan, beberapa waktu yang lalu si W mulai menghubungi saya (sekitar bulan Juli 2010). Sebagai seorang yang menganut paham tidak-ada-yang-kebetulan-di-dunia-ini, saya cukup terkejut dan bertanya "Kok bisa ya, Tuhan?" he he soalnya kami memang sudah bertahun-tahun loose contact. Anehnya, ketika pertama kali kami berbicara melalui telepon kembali, tidak ada perasaan canggung ataupun menjaga jarak. Dia masih tetap si W yang bocor namun dalam versi yang lebih dewasa. Senang rasanya bisa ngobrol sama dia. Singkatnya, kami semakin intense berhubungan semenjak saat itu, baik via telepon maupun sms. Kadang saya harus memaksa diri saya untuk membalas smsnya, padahal saya paling males smsan (kerugian ber-smsan menurut saya: jempol sakit, ngabisin waktu, memicu untuk mengirim ataupun menerima sms, jadinya sambung-menyambung kayak kereta api tutt.. tutt.. tutt..). Beberapa hari setelah kami saling bertukar cerita, si W pelan-pelan mau membuka dirinya pada saya (lebih mendalam). Dia mengawali percakapan hari itu dengan sms menyapa dan bertanya kabar. Kemudian setelah beberapa lama saling berkirim pesan dia mulai bercerita tentang penyimpangan yang dia alami. Dia mengaku bahwa dia seorang Gay. Saya tidak kaget sih karena jujur saja, saya sudah merasakan bibit-bibit gay nya semenjak di SMA. Dia lebih menikmati bergaul dengan wanita dan matanya sedikit aneh ketika melihat pria. Saya juga sudah ada feeling kalau dia bakalan ngaku kalau dia seorang gay, cuma saya pura-pura tidak tahu saja dan lebih memilih menunggu dia untuk menceritakannya sendiri sebelum saya menarik kesimpulan apapun. Cukup sedih karena akhirnya dia memilih (menyerah) untuk menjadi seorang gay. Malam harinya saya berdoa bagi dia dan keesokkan harinya saya bertanya lebih mendalam soal perjalanan ke-gay-an-nya. Setelah mendengar dia bercerita, saya menyarankan dia untuk menemui psikiater karena menurut saya, selain ada roh jahat yang hinggap di tubuhnya, itu juga bisa disebabkan oleh kejiwaannya yang bermasalah (saya menolak pendapat yang mengatakan bahwa ada orang yang dilahirkan sebagai gay ataupun lesbian, nonsense). W berkata sudah mencoba segala cara untuk menyembuhkan dirinya, dari mulai pergi ke dokter, psikolog, dukun, kyai, bahkan pengobatan akupunktur. Namun hasilnya nihil. Dia tetap menyukai sesama jenisnya. Saya pun tidak bisa berkata lebih jauh selain berdoa. Saya percaya akan kekuatan doa :) Hal ini diperparah dengan berita beberapa hari kemudian bahwa si W dilamar oleh pacarnya, pastinya seorang pria. Pun saya speechless.

Pada tanggal 5 Agustus yang lalu, Pengadilan Tinggi Negara bagian California menolak Preposition 8 yang berisi  penolakan terhadap pernikahan sejenis yang dilakukan oleh kaum gay maupun lesbian. Saya kurang mengikuti perkembangan berita sebelumnya (ihwalnya) namun yang saya dengar perdebatan soal ini sudah terjadi bertahun-tahun dan cukup alot. Orang-orang dibelakang terbentuknya Preposition 8 ini datang dari berbagai kalangan, termasuk Pendeta dan (kalau tidak salah) Jaksa. Mereka, dengan segudang argumennya, menolak persamaan hak pernikahan kaum gay lesbian dengan kaum berbeda jenis kelamin. Kaum 'oposisi' juga tidak mau kalah. Dengan bertamengkan persamaan hak, mereka memperjuangkan pelegalan pernikahan sejenis. Dahulu, Pro-Preposition 8 memiliki banyak suara, namun sekarang, dengan semakin derasnya teriakan untuk persamaan hak di berbagai negara, khususnya di US, suara untuk Pro-Preposition 8 menurun drastis. Pada tanggal 5 Agustus 2010, Prepostion 8 ditolak oleh Pengadilan Tinggi Negara bagian California. Kaum gay dan lesbian bebas menikah. Kapanpun.

Saya perlu menelan ludah setelah saya membaca headline soal ini. Saya juga membaca komentar beberapa aktor, aktris, penyanyi dan bintang-bintang papan atas lainnya yang mensyukuri kekalahan Prepostion 8. Para orang-orang berpengaruh. Sungguh miris.
Saya sadar, dunia mulai kehilangan jati dirinya, hmm.. tunggu.. ataukah justru dunia semakin menemukan jati dirinya? Mungkinkah dunia punya jati diri?
Teringat tentang perjalan saya beberapa ratus tahun yang lalu (Edward Cullen kaliii..), saya pernah berlabuh di dermaga kaum feminist. Saya menyukai pemikiran para feminist yang meneriakkan tentang persamaan hak dengan kaum pria. Bagaimana kaum feminist ingin disamakan derajatnya dengan para pria. Namun, setelah saya mengenal Tuhan Yesus, pemikiran itu diubahkan. Frankly speaking, we'll never be the same like men. Saya bersyukur untuk perjuangan Ibu (kita) Kartini dalam usahanya Membawa-Keluar-Kaum-Wanita-Dari-Jerat-Dapur-dan-Kamar-Tidur. Dia sangat-sangat berjasa. Tapi saya pikir bukan pemikiran kaum feminist seperti itu yang diinginkan Ibu Kartini. Bukan kebebasan tanpa batas. Bukan persamaan hak seperti itu, namun yang ingin disampaikan Ibu Kartini adalah perubahan cara pandang kaum pria terhadap wanita.
Kembali kepada persamaan hak. Saya menilai persamaan derajat dan hak yang didengungkan kaum feminist tidak logis. Bagaimana mungkin seorang pria bisa disamakan dengan wanita?

M + N = MN

bukan

M + N = M ataupun M + N = N

Kita berbeda. Pria dan wanita berbeda. Pria dengan pria yang lainnya berbeda, begitu juga dengan wanita. We're one of a kind to each other. Kita tidak mungkin sama (equal) dari dulu, sekarang, sampai selamanya.
Jika dikaitkan dengan pernikahan sejenis yang ingin diakui haknya dengan pernikahan lawan jenis, menurut saya itu GILA dan ABNORMAL. Entah kenapa orang bisa berpikir untuk menganggap hal itu biasa saja, padahal di abad pertengahan, orang yang menyukai sesama jenis dianggap sebagai orang nista, kerasukan setan, dan atau memiliki penyakit mental. Kemudian orang yang memiliki kecenderungan ini nantinya akan di hukum dengan cara di bakar, diasingkan, ataupun di hukum gantung. Ngeri kali.
Semakin lama, manusia semakin berbudaya. Mereka mulai bisa menerima perbedaan. Tapi, lama kelamaan manusia terlalu liberal. Liberalisme yang tak terkendali. Tidak memiliki dasar dan pegangan. Sampai-sampai, mereka melegalkan hubungan atau pernikahan sesama jenis.
With all due respect, saya tidak membenci sedikitpun kaum gay dan lesbian. Saya marah bila ada yang menghina salah satu dari mereka. Saya marah bila ada yang berlaku kasar pada mereka. Saya menghargai mereka sama seperti saya menghargai diri saya. Namun, kita, manusia, diciptakan berpasang-pasangan, ditentukan berpasang-pasangan, dan bukannya sejenis-jenisan. Persamaan derajat wanita dengan pria masih terdengar ganjil, dan maaf saya tidak bisa menyetujuinya karena sampai kapanpun kita tidak pernah sama. Peran kita berbeda, namun sama mulianya di hadapan Allah.

Sahabatku, aku tahu kalian diluar sana.. Menangislah bersamaku, berdoalah bersamaku.. Bagi bangsa dan dunia ini. Bagi mereka yang putus asa. Bagi mereka yang sesat. Bagi mereka yang tertolak. Bagi mereka yang merasakan kekosongan. Mereka butuh Yesus, Sang Juru Selamat.. Start with a pray, you'll be able to change the world :)

Wednesday, July 21, 2010

True love does exist



I've been walking too far. Saw too many things. Trapped in less simple circumstances.
I choose to be what I am now, Independent.
Apathetic seemed to be the closest word to define love.
I forgot how and why I came to this path that love (between men) is illogical, untrustable, grey and bitter.
Maybe it's something relate with the past. Well, it is.

Awakening, mind-opening, heart blasting moment has just happened tonite. I believe in the existence of love.
It crawled silently, deliberately, fulfilling my heart.
I don't want to let go.
True love does exist.



I don't have to write thousands of words to explain how much I love you.
No need to look into your eyes and expecting likewise to say what it hasn't been said.
There will be lot more arguing times. Starts in the morning and ends with a kiss.
You are the most possible possibilities whom God possibly wanted to be with me.
Hence, I want you as much as you want me. You want me as much as I want you, dearly.
Keep this words in mind: My feeling for you hasn't changed, from the moment I wrote this til I met you somewhere, somehow.
Someday, you will find me. I promise. I will be sparkled. I promise. You will notice me. I promise. Until death do us apart. I promise.
As I wait for you, I will remain as independent as I can be. We're not in a rush so take your time.
Be patient, my significant other, I am worth to wait.
Coz I believe, now, that true love, there is..

Saturday, January 24, 2009

TEKNOLOGI yang mensupport MANUSIA dalam menemukan CINTA



Pagi ini cukup berbeda daripada pagi-pagi sebelumnya selama satu minggu belakangan ini, udara pagi yang biasanya sejuk bin dingin (karena mendung), pagi ini cukup hangat sehingga mengakibatkan saya kegerahan. Entah alasan penguatnya dikarenakan rambut saya yang mulai kepanjangan atau badan saya yang mulai kegemukan (mudah-mudahan karena rambut saya yang mulai kepanjangan karena kalau alasannya adalah badan saya yang mulai kegemukkan, mood saya bisa rusak hari ini hahahaha).
Hari ini saya terbangun pukul sembilan pagi, melihat sms masuk, mengecek email dan beberapa account di situs persahabatan yang saya miliki (kalau-kalau ada yang nulis wall, comment atau scrap hehehe). Biasanya sih saya tidak akan langsung membalas, selain membutuhkan konsentrasi dan pemikiran tingkat tinggi, saya juga merasa tidak sopan (kayaknya) kalau saya membalas tulisan yang mereka tulis dalam keadaan sadar dan saya membalasnya dalam kedaan setengah sadar.
Ngomong-ngomong soal email dan situs, saya pengen share sedikit soal pengalaman saya berinternet ria. Pertama kalinya saya mengenal dunia internet kira-kira sekitar 9 tahun yang lalu. Hari itu nggak akan bisa saya lupakan. Di suatu siang yang terik karena panasnya matahari, Sheila yang berumur 13 tahun (kelas 2 SMP atau kelas 8 kalau orang-orang sekarang bilang) dan beberapa teman karibnya semasa sekolah dulu, sedang berjalan pulang dari sekolah. Namun ditengah jalan, mereka terkesima melihat sebuah toko yang baru dibuka dan terlihat asing. Saking terkesimanya, segerombolan anak SMP yang masih ingusan itu (termasuk saya) tidak sadar kalau kaki kami sudah melangkah sampai kedepan pintu toko. Kami saling berisik
’Tempat apaan sih ini?’
’Kok bagus yah!’
’Gw belum pernah liat tempat kayak gini.’
’Mau nyoba masuk gak?’
’Gak ah takyut.’
’Tapi gw penasaran. Coba lo masuk duluan abis itu gw nyusul.’
‘Ogah ah. Lo aja dulu nanti gw traktir bakso mang Kasep deh’
Kira-kira seperti itulah perbincangan kami selama berbisik. Kami seperti terhipnotis untuk tidak beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Ketika masih saling berbisik, tiba-tiba kami dikejutkan oleh 2 sosok bapak dan ibu yang tersenyum begitu ramah.
Si Ibu berkata ”Mari dik, masuk. Belum pernah main internet khan?”,
saya yang paling tertarik kontan menjawab ”Tapi, bu, kami tidak tahu caranya.”.
”Ah, bisa diajarin kok. Yang penting masuk dulu.” Kata si Bapak.
Saya bisa melihat tatapan kegirangan di mata si Bapak. Mungkin yang terbersit diotaknya pada saat itu adalah ’Asik, asik . . datanglah ladang uang, ladang uang datanglah!’ (hahahaha). Singkat cerita, kami akhirnya masuk. Dengan dibantu oleh salah satu operator warnet, akhirnya saya mulai pengalaman saya berinternet ria. Chatting adalah hal pertama yang saya lakukan bersama si internet (pake MIRC, belum kenal YM ataupun MSN). Maklumlah baru pertama pakai internet, hasilnya tidak berjalan dengan mulus. Saya merasa buang-buang waktu dan uang, pada saat itu. Usut punya usut, ternyata saya lupa menekan tombol enter diakhir setiap kata-kata saya. Jadinya nggak masuk chatbox deh!
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun saya lewati. Internet banyak mengalami perubahan, dan begitu juga saya. Internet yang dulu saya anggap buang-buang waktu dan uang, malahan membuat saya tidak perduli dengan waktu dan uang. Saya mengalami beberapa kali dan tahapan menjadi seorang pecandu internet. Dari yang cuma kecanduan chatting sampai kecanduan situs-situs di internet. Apa sih yang orang lain lakuin di ataupun bersama internet yang saya nggak pernah lakuin? Saya pernah semuanya! Kecuali, maaf yah, chat sex. It’s a BIG NO for me. Yang pasti saya bukan orang yang terlalu putus asa di kehidupan real sehingga saya harus cari pelampiasan sex lewat dunia maya. Dan kebetulan saya punya pandangan sendiri soal sex, jadi yah, saya bukan a loser lha.
Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, chatting adalah hal pertama yang saya lakukan waktu pertama kali kenal dunia internet. Sampai sekarang hal terfavorite saya kalo lagi online adalah chatting. Maksudnya, nggak pernah ada waktu nggak mengaktikan messenger kalo saya lagi online. Entah sudah berapa ribu orang yang pernah ngobrol dengan seorang Sheila Ofrina. Entah sudah berapa banyak pria yang tahu nomor telepon rumah saya. Entah sudah berapa banyak topik yang saya bicarakan dengan mereka semua. Entah sudah berapa juta kali saya memaki orang-orang yang kurang ajar. Entah sudah berapa banyak orang yang masuk dalam daftar black-list saya di messenger. Entah . .
Kalau bicara soal chatting, pasti kita juga bicara soal chatroom. Saya pernah membahas soal ini dengan sahabat karib yang saya kenal lewat chatting.
Kenapa saya mengatakan dia sahabat karib, padahal saya mengenal dia lewat chatting. Lewat dunia yang orang bilang, MAYA. Well, you’ll never know. Saya bertemu Narendra Reddy, pria yang baik, pintar dan sopan. Yang dia tawarkan adalah hal yang saya perlukan, yaitu persahabatan. Suatu hari kami berbincang-bincang seperti ini :
Saya : ’Naren, menurutmu, internet (chatroom) itu dipenuhi dengan orang-orang yang sakit jiwa tidak? Maksudnya, lihat deh para maniak sex dan wannabes itu.’
Dia : ’Kamu masih ngeraguin itu? Tentu saja internet dipenuhi dengan orang-orang sakit. Kita khan udah pernah bahas soal ini’
Saya : ’Iya sih, tapi kalo internet dipenuhi dengan orang-orang sakit, lalu kita ini apa???’
Dia : ’Kita adalah orang-orang sakit, Shel. Tapi kita punya tujuan yang berbeda.’
Saya : ’Kira-kira masih ada nggak yah Naren-Naren dan Sheila-Sheila yang lain didunia ini, yang hanya menawarkan persahabatan yang murni dan tulus dari hati?’
Dia : ’Pasti ada lha. Buktinya kita ada. Dibelahan dunia yang lain pasti ada juga orang-orang seperti kita yang menawarkan persahabatan yang murni seperti yang kamu bilang.’
*Percakapan ini sudah saya filter dan translate sehingga layak untuk dsajikan kepada anda semuanya*
Saya cukup terganggu dengan para wannabes dan maniak sex yang bertebaran di internet. Saya cukup capek menekan icon ignore atau membaca komen-komen flirting dari para flirter. Tapi lewat pengalaman bertahun-tahun hidup didunia perinternetan, saya jadi lebih gape dan punya jurus sendiri dalam mengusir para flirter, wannabes dan maniak sex tersebut. Jurus-jurus tersebut juga saya bagikan kepada beberapa teman saya sehingga mereka terbebas dari jeratan para orang-orang sakit yang punya tujuan tidak sehat tersebut.
Memang sih, chatroom sekarang udah nggak beres. Lebih banyak orang nggak benernya daripada orang benernya. Tapi kalau mau dilihat, ada hal positif juga lho dalam chatroom. Chatroom sering dijadikan tempat untuk menemukan pasangan atau cinta. Menurut saya, chatroom bisa dibilang sebagai tempat menemukan cinta paling jujur, karena yang diandalkan ditempat ini adalah teknik berkomunikasi. Lewat komunikasi, yang memang merupakan elemen terpenting dalam suatu hubungan, orang bisa saling jatuh cinta. Tanpa memandang status sosial, ras, bentuk fisik, latar belakang pendidikan, warna kulit dan lain-lain, karena murni hanya mengandalkan komunikasi. Saya tidak mengatakan bahwa ini merupakan sesuatu yang benar, karena bagi saya pribadi, memiliki pasangan artinya mengetahui seluk beluk kehidupannya. Sekali lagi, saya mengatakan bahwa chatroom merupakan tempat menemukan cinta paling jujur. Memang sejalan dengan waktu, nantinya mereka akan mengetahui siapa lawan bicara mereka tersebut. Teknologi sungguh menghancurkan jarak dan waktu, contohnya webcam, si pasangan dapat melihat bentuk asli masing-masing lawan bicara lewat kamera. Lewat banyak hal mereka dapat mengetahui info-info lawan bicara mereka.
Saya banyak menemukan kisah cinta yang bermula dari internet, ada yang langgeng dan ada yang kandas. Sungguh unik memang cara manusia menemukan cinta dan bagaimana cinta itu sendiri berkembang lewat komunikasi. Sungguh unik pula cara teknologi mensupport manusia untuk menemukan cinta. Teknologi memang dahsyat. Manusia berlomba-lomba untuk mengetahui dan menciptakan teknologi paling dahsyat dan mutakhir. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa terhanyut lho! Makanya hati-hati donk. Jadi filter buat diri anda sendiri!!!

Friday, January 16, 2009

WANITA DAN JAMAN



Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film yang cukup bagus karena, pastinya, sesuai dengan selera saya (ya iya lha masak mulan jameela?). Film yang saya bilang barusan itu berjudul The Other Boleyn Girl, kedengarannya cukup seronok yah?. Tapi jangan takut, film ini tidak terlalu menampilkan adegan-adegan syuuuurr kok. Yaaahhh, bisa dikonsumsi oleh pria/wanita berumur 18 tahun ke atas (lho???). Nggak kok, film ini tidak mengumbar kemesuman, cuma adegan-adegan yang bisa dibilang tidak ’biasa’ itu sengaja ditampilkan sebagai adegan pembantu aja so filmnya tambah bagus.
Well, film bertema abad ke-16 ini, bercerita tentang 2 wanita (kakak beradik) yang ’dipaksa’ oleh sang ayah untuk merebut hati raja Inggris pada saat itu. Namun karena salah langkah makanya semua jadi berantakan. Si kakak perempuan dan adik laki-laki dipenggal kepalanya, cukup dramatis dan menyedihkan!!! Untuk lebih jelasnya, tonton saja filmnya. Ada di zeenemax kok, hehehhehe . .
Yang mau saya bahas di blog kali ini adalah tentang kualitas wanita pada jaman itu yang sangat berbeda sekali dengan wanita jaman ini, khususnya kalo dibandingkan dengan saya (beda banget!).
Saya sedikit merasa tertampar (dengan sapu) selama menonton film ini. Bagaimana tidak? Wanita-wanita di film itu semuanya bisa memasak, merawat diri bahkan merawat orang-orang sekitar mereka. Ternyata bisa memasak, menjahit, dan keterampilan-keterampilan lainnya merupakan hal yang lumrah pada jaman itu. Wanita pada jaman itu dididik untuk menjadi wanita yang handal, wanita yang terampil dengan hal-hal kewanitaan seperti itu. Mereka diajarkan untuk berjalan dengan anggun, bertutur kata dengan lembut dan bahkan mereka diajar untuk berpikir ’sempit’. Mengapa saya bilang mereka diajar untuk berpikir ’sempit’? Karena memang hak wanita pada jaman itu tidak setinggi jaman sekarang. Mereka terbiasa dengan posisi yang selalu berada di bawah pria. Mereka tidak bisa mengatakan pendapat mereka ketika si pria sudah mengeluarkan pendapat. Mereka tidak berani keluar dari pemikiran ’sempit’ itu yang ada pada jaman itu.
Wanita-wanita di film tersebut sungguh mengaggumkan, mereka menjalankan peran seorang wanita pada umumnya (dan seharusnya). Sungguh wanita sekali. Memang sih itu cuma film, tapi setiap sutradara pasti memaksimalkan setting tempat sesuai dengan jaman yang dimaksud di alur cerita tersebut demi mendapatkan ’mood’ yang tepat untuk si penonton menikmati tontonannya.
Hmmmm, kalo dibandingkan dengan wanita-wanita jaman sekarang sungguh sangat berbeda sekali. Wanita jaman sekarang mengalami kemuduran atau kalo bisa saya sebut pergeseran peran jenis kelamin. Coba kita lihat wanita-wanita disekeliling kita, jarang sekali yang tidak bekerja. Hampir semua bekerja. Bahkan ada pasangan yang bertukar peran, si suami mengurus rumah dan si istri yang mencari nafkah. Betul-betul out of men’s mind! Gila! Dunia ini yang berubah atau orang-orangnya yang berubah yah???
Oke, saya tidak akan menjadikan orang lain sebagai contoh. Saya akan menjadikan diri saya sendiri sebagai contoh. Siap-siap tercengang yah!
Saya adalah anak perempuan satu-satunya, saya anak terkecil dari 3 bersaudara. Pada usia remaja saya termasuk anak yang bisa membantu pekerjaan rumah tangga ibu saya. Tidak banyak memang dan cuma beberapa pekerjaan rumah tangga kecil namun cukup membantu lha. Saya tidak pernah dipaksa untuk mencuci piring, mengepel lantai dan mencuci pakaian. I learned it by seeing my mom how to do it! Jadi tidak pernah ada tuh sesi khusus belajar mengepel lantai atau kelas mencuci piring. Saya hidup dengan 2 kakak laki-laki yang sangat laki-laki sekali. Jadi sedikit banyak tingkah laku saya dipengaruhi oleh mereka. Maksudnya, saya termasuk dalam jajaran wanita yang tidak terlalu kewanitaan. Sekarang saya tinggal cukup jauh dari orang tua. Hal tersebut memaksa saya untuk melakukan banyak hal sendirian (termasuk hal-hal kerumah tanggaan). Cukup sulit! Sekarang saya memakai jasa laundry untuk mencuci pakaian kotor saya dan saya sengaja makan diluar rumah untuk menghindari mencuci piring dirumah. Oh my . . . hehehehe!
Saya tidak bangga dengan diri saya. Saya menganggap diri saya adalah salah satu icon wanita jaman ini, yang mengalami kemunduran peran!!!
Betapa menyedihkan wanita jaman sekarang!!
Betapa menyedihkannya saya!!
Mengapa saya nggak bisa masak ya??
Mengapa saya nggak bisa menjahit??
Mengapa saya malas mencuci piring kotor dan pakaian kotor saya??
Saya yakin, hal ini tidak hanya terjadi pada diri saya saja. Banyak sekali wanita diluar sana yang seperti saya, bahkan ada yang lebih parah.
Sekarang kalau kita bandingkan dengan wanita pada abad ke-16, wanita-wanita abad ke-20 (seperti saya dan ANDA mungkin hehehe) bisa diasingkan, dirajam bahkan tidak memiliki suami. Saya tidak bisa bayangkan kalo saya yang sekarang ini dikirim ke abad 16 oleh mesin waktu. Apa jadinya?? (saya jadi ingin mengucap syukur hahahaha).
Well, saya selalu percaya saya akan berubah suatu saat nanti. Gimana pun juga saya seorang wanita. Saya pasti memiliki natur kewanitaan, yang suatu saat akan muncul dan membuat dunia tercengang (jadi nggak sabar, nantikan yah!!). Walaupun akan melalui proses yang panjang dan sangat alot tapi saya ingin menjadi wanita abad ke-16 itu. Tidak seekstrim mereka sih karena sudah sangat dipastikan saya tidak mampu (pasti lah, kan jamannya beda), tapi cukup dengan menjadi seorang istri dan ibu yang baik juga disebut ’telaten’, saya sudah cukup bahagia dan lengkap menjadi seorang wanita.
Anda juga mengalami hal yang sama??? Mari berjuang bersama!! SEMANGAT!!!